1. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila
1. Landasan dan Tujuan pendidikan pancasila
· Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
b. Landasan Kultural
c. Landasan Yuridis
d. Landasan Filosofis
1. Landasan Historis
Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.
Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya.
2. Landasan Kultural
Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.
4. Landasan Filosofis
Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.
Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya.
2. Landasan Kultural
Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis
Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.
4. Landasan Filosofis
Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Tujuan Pendidikan Pancasila
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti. No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tuuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sdangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.
Tuuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung jawab berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak, sdangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sikap dan perilaku :
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Melalui Pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganilisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
2.Pertumbuhan Paham di Indonesia
Etimologi
Sejarah nama Indonesia Kata "Indonesia" berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti "India" dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti "pulau". Jadi, kata Indonesia berarti wilayah India kepulauan, atau kepulauan yang berada di India, yang menunjukkan bahwa nama ini terbentuk jauh sebelum Indonesia menjadi negara berdaulat. Pada tahun 1850, George Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan India atau Kepulauan Melayu". Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India. Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 oleh novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkaran akademik diluar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik. Adolf Bastian dari Universitas Berlin mempopulerkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang mengunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yaitu ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers-bureau di tahun 1913.
ERA PRA KOLONIAL
SEJARAH AWAL
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Tarumanagara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa Renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
3.Tahapan bangsa indonesia melawan penjajah belanda dan jepang
a. tahapan bangsa indonesia terhadap penjajahan belanda
1. Perlawanan Rakyat Maluku / Perang Saparua
Perang ini disebabkan oleh Belanda yang sewenang2 terhadap Maluku
Perang ini berlangsung pada tahun 1817
Tokoh-tokohnya antara lain:
1. Thomas Matulessy / Kapitan Pattimura
Perang ini disebabkan oleh Belanda yang sewenang2 terhadap Maluku
Perang ini berlangsung pada tahun 1817
Tokoh-tokohnya antara lain:
1. Thomas Matulessy / Kapitan Pattimura

2. Christina Martha Tiahahu
3. Kapitan Paulus Tiahahu
Perang ini Disertai dengan perebutan benteng Duurstde yang mengakibatkan kematian Jendral Van Den Berg. Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah. Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.
2. Perang Diponegoro
3. Kapitan Paulus Tiahahu
Perang ini Disertai dengan perebutan benteng Duurstde yang mengakibatkan kematian Jendral Van Den Berg. Karena adanya bantuan Inggris, Kapten Pattimura terdesak masuk hutan dan benteng-bentengnya direbut kembali pemerintah. Rakyat nusa laut menyerah tanggal 10 November 1817 setelah pimpinannya Kapiten Paulus Tiahahu serta putrinya Kristina Martha Tiahahu. Tanggal 12 November 1817 Kapitan Pattimura ditangkap dan bersama tiga penglimanya dijatuhi hukuman mati di Niuew Victoria di Ambon.
2. Perang Diponegoro
Perang ini disebabkan karena Belanda membuat jalan melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro dan untuk membela rakyat yang dipersempit ruang geraknya. Perang ini berlangsung tahun 1825-1830 Tokohnya adalah Pangeran Diponegoro yang melawan Belanda dengan pimpinan Jendral De Kock. Hasilnya rakyat Jawa kalah dan P. Diponegoro diasingkan ke Maluku & Makassar.
3. Perlawanan Rakyat Minang / Perang Padri
Perang ini awalnya disebabkan karena perselisihan antara kaum Padri dan kaum Adat, namun Belanda ikut campur dan menimbulkan meletusnya perang. Perang ini terjadi di tahun 1820-1837. Pahlawannya adalah Tuanku Imam Bonjol Hasilnya benteng milik Tuanku Imam Bonjol jatuh ke tangan Belanda dan Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur
4. Perlawanan Rakyat / Perang Aceh
4. Perlawanan Rakyat / Perang Aceh
Perang ini disebabkan karena Belanda ingin menguasai Aceh. Perang ini terjadi pada tahun 1873. Pada Perang ini Belanda mengirim Snouck Hungronje untuk menyamar ke Aceh dan menulis siasat perang. Pahlawan2nya:
1. Teuku Umar
1. Teuku Umar
2. Cut Nyak Dien
3. Teuku Cik Di Tiro
4. Panglima Polim
5. Cut Nyak Meutia
Hasil Akhirnya Belanda menguasai Aceh dengan perundingan
5. Perlawanan Rakyat / Perang Tapanuli
4. Panglima Polim
5. Cut Nyak Meutia
Hasil Akhirnya Belanda menguasai Aceh dengan perundingan
5. Perlawanan Rakyat / Perang Tapanuli
Perang ini disebabkan karena Belanda ingin melindungi para penyebar agam dalam Rhigusnhezending. Perang ini terjadi pada tahun 1878-1907 Tokohnya adalah Sisingamangaraja XII. Namun Ia gugur.
6. Perlawanan Rakyat Bali/ Perang Jagaraga
6. Perlawanan Rakyat Bali/ Perang Jagaraga

Perang ini disebabkan karena Belanda melanggar perjanjian hak rakyat Bali untuk mandapatkan kapal karam di perairan Bali. Pahlawannya adalah I Gusti Ketut Jelantik Hasil akhirnya belanda gagal namun 3 tahun kemudian berhasil menguasai Jagaraga, Klungkung, Karangasem, dan Gianyar.
7. Perlawanan Rakayat Sulsel / Perang Makassar
7. Perlawanan Rakayat Sulsel / Perang Makassar

Perang ini terjadi karena Van Der Capellen ingin memperbaiki perjanjian Bongaya.
Perang ini terjadi pada tahun 1824. Salah satu Pahlawannya adalah Sultan Hasanuddin Hasil akhirnya Belanda dapat menaklukan kerajaan Bone dan Raja Bone dijadikan 'raja boneka'
8. Perlawanan Rakyat Kalsel / Perang Banjar
Perang ini terjadi pada tahun 1824. Salah satu Pahlawannya adalah Sultan Hasanuddin Hasil akhirnya Belanda dapat menaklukan kerajaan Bone dan Raja Bone dijadikan 'raja boneka'
8. Perlawanan Rakyat Kalsel / Perang Banjar

b. Perlawan bangsa indonesia terhadap jepang.
Perang ini terjadi karena Rakyat dan bangsawan Kalsel tidak suka ikut campur Belanda.
Perang ini terjadi pada tahun 1885-1905. Pahlawannya adalah Pangeran Antasari.
Perang ini terjadi pada tahun 1885-1905. Pahlawannya adalah Pangeran Antasari.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah buah perjuangan yang telah dilakukan para pendiri bangsa. Kemenangan yang diraih bukanlah milik satu golongan saja, tetapi merupakan kemenangan dan kemerdekaan segenap elemen bangsa. Para pendiri bangsa saat itu sudah berani mengambil resiko perjuangan yang akan mereka terima. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bukan berarti perjuangan telah selesai. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Indonesia akan mengalami fase perjuangan selanjutnya yakni upaya perebutan kekuasan dan pengakuan kedaulatan dari negara lain.
Indonesia yang sudah memproklamirkan kemerdekaannya tidak serta merta bebas dari belenggu penjajah Jepang saat itu. Belum lagi masuknya kekuatan asing lain yang masuk ke wilayah Indonesia. Masa perjuangan awal kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi diwarnai dengan berbagai pertempuran dan bentrokan antara pemuda-pemuda Indonesia melawan aparat kekuasaan Jepang. Tujuannya adalah untuk merebut kekuasaan dan memperoleh senjata. Di berbagai daerah terjadi pertempuran. Pergolakan yang terjadi terus meletus tidak hanya di pusat kekuasaan (Jakarta), tetapi terus melebar dan meluas di berbagai daerah lannya yang tidak hanya melawan penjajah Jepang, namun melakukan perlawanan kepada siapapun yang menghalang-halangi kemerdekaan Indonesia.
Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Para pemuda yang dipelopori oleh Komite van Aksi Menteng 31merencanakan pengerahan massa yang untuk pertama kali mempertemukan pemimpin RI (setelah proklamasi) dengan rakyatnya. Pertemuan itu dimaksudkan untuk membuktikan dukungan rakyat terhadap pemimpinnya serta sebagai upaya awal pengakuan kedaulatan dan harga diri Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Cara yang dilakukan pemuda itu adalah dengan mempersiapkan pengerahan massa dan menyampaikan rencana tersebut kepada presiden. Pada intinya, pemerintah tidak mempermasalahkan pelaksaan acar tersebut. Akan tetapi yang ditakutkan adalah respon penjajah Jepang saat itu. Jika acar tersebut dilakukan, pemerintah mengkhawatirkan akan terjadinya bentrokan antara aparat Jepang dengan massa aksi. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, pemerintah mengadakan sidang kabinet yang diadakan di kediaman presiden pada 19 September. Rapat itu berlangsung hingga dinihari dan dilanjutkan lagi pagi harinya di Lapangan Banteng Barat. Pembicaraan tersebut juga dihadiri oleh para pemimpin pemuda.[3] Para pemuda bersikeras agar acara tersebut tetap diadakan karena massa sudah berbondong-bondong menghadiri Lapangan Ikada untuk mendengarkan pidato dari pemimpinnya. Situasi tegang terjadi saat itu karena penjagaan ketat dari aparat bersenjata Jepang. Selain itu, massa aksi banyak yang membawa senjata tajam. Acara tetap dilakukan dengan pidato Bung Karno. Dalam pidatonya, Bung Karno meminta kepercayaan dan dukungan rakyat kepada Pemerintah. Ia mengharapkan rakyat dapat mematuhi perintah dan disiplin. Setelah acara selesai, massa diperintahkan untuk membubarkan diri dengan tenaang. Perintah itu akhirnya ditaati oelh massa yang meninggalkan rapat raksasa dengan tertib tanpa kerusuhan. Walaupun pidato Bung Karno berlangsung sangat singkat, namun berhasil mempertemukan Pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya. Rapat raksasa 19 September 1945 adalah momen pertama yang menunjukkan kewibawaan Pemerintah Republik Indonesia terhadap rakyatnya.
Perebutan kekuasaan di beberapa daerah
Semangat revolusioner kemerdekaan bukan hanya terjadi di Jakarta yang notabene adalah pusat kekusaan Republik Indonesia. Di berbagai daerah juga terjadi hal demikian. Perebutan kekuasaan di beberapa daerah bahkan terjadi bentrokan fisik dan konfrontasi senjata.
Di Yogyakarta terjadi aksi pemohokan pegawai perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang. Perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945 sejak pukul 10 pagi. Massa memaksa orang-orang Jepang untuk menyerahkan semua kantor perusahaan mereka kepada Indonesia. Sehari setelah itu, pada tanggal 27 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah itu telah berada di tangan Republik Indonesia.[4]
Di Bandung, dilakukan upaya merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie Constructie Winkel). Upaya tersebut berlangsung hingga kedatangan pasukan Serikat di Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945.
Di Banda Aceh, para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) pada tanggal 6 Oktober 1945. Namun pada tanggal 12 Oktober 1945, Jepang memanggil para pemimpin gerakan itu untuk dan menyatakan bahwa walaupun Jepang telah kalah, semua kegiatan pendirian organisasi dan perkumpulan harus meminta izin kepada Jepang. Bila hal itu tidak dilakukan maka perkumpulan itu akan dibubarkan. Hal itu memicu pertentangan dari para pemuda dan masyaraat. Akhirnya perlawanan mereka meluas dengan dilakukannya perebutan kantor-kantor Jepang dan pelucutan senjata militer Jepang.[5]
Secara umum, perlawanan terjadi di berbagai daerah lainnya seperti di Bali, Sumatera Selatan, Gorontalo, Kalimantan, Sulawesi Utara, dll. semua perlawanan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melakukan perebutan kekuasaan Indonesia terhadap pemerintah kolonial.[6] Rakyat Indonesia telah lama merindukan kemerdekaan dari segala bentuk penindasan dan penderitaan. Dan sudah saatnya mereka mendapatkan hak kemerdekaan yang telah mereka idam-idamkan.
Pertempuran Surabaya
Surabaya sebelum perang memang sudah menyimpan kerawanan konflik yang besar. Di kota ini banyak berdiri Laskar rakyat dan BKR[7] yang sangat bersemangat dalam rangka kemerdekaan Indonesia dan usaha untuk mempertahankannya. Ketegangan di Surabaya semakin meningkat dengan pendaratan Sekutu yang mempunyai agenda untuk mempertahankan status quo. Dengan adanya tentara Sekutu maka perang adalah suatu hal yang tidak terelakan.
Berawal dari tewasnya Brigjen Mallaby yang mengakibatkan Mayjen Mansergh mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya yang menyatakan agar rakyat Surabaya datang ketempat yang telah ditentukan selambat-lambatnya tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 dengan membawa bendera putih dan senjata. Apabila tidak dipenuhi maka pasukan Inggris akan menggunakan kekuasaan angkatan laut, udara, dan darat.
Apa yang diperhitungkan oleh pihak TKR betul-betul terjadi pada tanggal 10 November 1945 pagi hari sekali, pesawat-pesawat tempur Sekutu melayang-layang di udara kota Surabaya. Suara-suara ledakan terdengar keras sekali di bagian utara kota Surabaya. Sudah dapat dipastikan bahwa tentara Sekutu benar-benar memenuhi bunyi ultimatumnya dengan mengerahkan segenap angkatan perangnya untuk menghancurkan Surabaya. Tembakan-tembakan dari darat, laut, maupun udara menggempur kota tiada henti-hentinya. Namun rakyat, TKR, dan seluruh badan perjuangan bersenjata telah bersatu padu untuk mempertahankan kota Surabaya dari gempuran balasan tentara Inggris. Maka pecahlah perang antara pasukan TKR bersama laskar rakyat melawan pasukan Inggris. Perang ini lebih dikenal dengan “Perang 10 November 1945”.
Pasukan TKR menerapkan stategi yang telah direncanakan, yaitu mempertahankan kota Surabaya dengan tidak memberikan kesempatan pasukan Inggris untuk menguasai tiap-tiap jalan atau pun gedung-gedung. Hampir setiap sudut kota Surabaya telah dipertahankan oleh pasukan TKR dengan mati-matian.
Sebetulnya taktik yang direncanakan dalam melawan pasukan Inggris dengan melaksanakan perang kota telah dilakukan dengan sempurna oleh pasukan TKR dan laskar rakyat Surabaya. Tetapi ada yang diluar perhitungan, jumlah pasukan Inggris berlipat ganda dan jauh lebih besar daripada ketika dikomandoi oleh Brigjen Mallaby, bahkan taktiknya berubah sama sekali.
Dulu sewaktu Mallaby sebagai komandannya, pemusatan-pemusatan pasukan Inggris lebih banyak terlihat, karena mereka berangapan bahwa kekuatan TKR dan laskar rakyat sangat kecil. Perhitungan yang meleset itu menimbulkan dampak kehancuran bagi pasukan Inggris. Mereka terpotong-potong dan berada jauh dari logistiknya.
Berbeda dengan strategi yang dilaksanakan oleh Mansergh, yang mungkin telah mempelajari kekuatan dan kelemahan pasukan dan laskar rakyat, maka di samping menambah pasukan tempurnya yang berlipat ganda, ia juga lebih mengutamakan gerakan serentak secara total yang dibantu oleh segenap angkatan perangnya dan kemudian menjepit serta terus menggiring pasukan TKR ke arah luar kota agar tujuan utamanya menguasai kota Surabaya secara menyeluruh berhasil.
Rupanya pasukan TKR dan laskar rakyat masih menggunakan pola pertempuran lama, yaitu tetap bertujuan mengepung dan mengisolir, kemudian memutuskan hubungan dengan pasukan indukya kemudian baru menghancurkannya. Tetapi semua gerakan pasukan TKR dan laskar rakyat itu selalu tidak berhasil dan bahkan menimbulkan korban yang sangat besar. hal itu disebabkan karena gerakan pasukan Inggris selalu berlapis-lapis susunannya dan majunya selalu dibarengi oleh kekuatan lapis baja yang dibantu pula oleh serangan pesawat udaranya.
Melihat perkembangan pasukan TKR dan laskar rakyat yang sangat memprihatinkan, dan jumlah korban yang semakin besar, maka satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh mayjen Jonosewojo selaku komandan Divisi Surabaya, ialah segera memerintahkan seluruh pasukannya untuk segera mengundurkan diri ke daerah pinggiran kota Surabaya. Kecuali itu strategi untuk mengepung seluruh pasukan Inggris diubah, tidak lagi mengepung pemusatan-pemusatan pasukan Inggris lagi karena kekuatan mereka berlapi-lapis jumlahnya, karena itu dilakukan strategi yang kedua, yaitu mengepung kota Surabaya dengan melakukan perang gerilya sebagai lanjutan dari strategi perang kota yang boleh dikatakan gagal total.
Untuk mengadakan hubungan dan koordinasi antar pasukan yang banyak terpukul oleh gerakan pasukan Inggris sangatlah tidak mudah. Banyak kesulitan yang dialami, karena untuk mencari induk pasukan yang sudah berpisah dengan anak pasukannya kadang-kadang memerlukan waktu lama dan terpaksa harus menerobos jepitan-jepitan yang telah dilakukan oleh pasukan Inggris.
Akhirnya setelah pasukan TKR dan laskar pemuda Surabaya bertempur melawan pasukan Inggris yang ternyata didalamnya ikut pula pasuka NICA yang telah dilatih di Amerika Serikat, yang memakan waktu lebih dari tiga minggu, berhasil mengadakan konsolidasi kembali dan mempertahankan kota Surabaya dari pinggiran kota saja.
Dengan datangnya pasukan dari utara maka kekuatan Batalion Bambang Joewono, Batalion Darmosoegondo, Batalion Sawunggaling, Batalion Moh. Isa Edris dan laskar rakyat yang ditugaskan untuk menahan laju pasukan Inggris dengan batas Sungai Sepanjang dan Sungai Wonokromo akhirnya menjadi semakin kuat.
Setelah pasukan TKR mengadakan pertempuran tanpa henti untuk memertahankan kota Surabaya selama lebih dari tiga minggu, akhirnya terpaksa harus mundur dari dalam kota belum menurun, tetapi posisi berbalik menjadi pihak yang selalu diserang oleh Sekutu. Pertempuran-pertempuran di pinggiran kota pun makin hebat dan meluas hinga akhirnya perang yang bersifat frontal menjadi perang gerilya.
Pertempuran Ambarawa
Pertempuran yang terjadi antar pasukan TKR dan pemuda melawan pasukan Inggris ini berlangsung sejak tanggal 20 November 1945 sampai 15 Desember 1945. Pertempuran ini dipicu oleh pelangaran kesepakatan pihak tentara serikat dalam perjanjian dengan pihak TKR. Peristiwa itu berawal saat pasukan serikat yang masuk ke wilayah RI diperkenankan mengurus para tawanan perang. Namun yang dilakukanya justru mempersenjatai para tawanan perang tersebut. Setelah itu terjadi berbagai insiden yang terus meluas. Pada tangal 20 November 1945 di Ambarawa meletus pertempuran antara (di bawah pimpinan Mayor Sumarto) melawan pasuka serikat. Pihak serikat memperkuat pasukan mereka dengan mendatangkan personil ke Ambarawa. Pertempuran dalam kota terjadi pada tanggal 22 November 1945. Bantuan pasukan juga berdatangan ke lokasi pertempuran anatar lain batalyon 10 Divisi III, Batalyon 8, dll. Strategi yang dilakukan pasukan TKR berhasil mengepung musuh. Namun musuh melakukan sebuah strategi melambung yang mengancam kedudukan pasukan TKR. Semua elemen berdatangan seperti batalyon dari Yogyakarta, batalyon Polisis Istimewa, dll. mereka dapat menahan musuh sampai ke desa Jambu. Di desa Jambu mereka membentuk suatu komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran. Sejak saat itu medan Ambarawa dibagi menjadi empat sector dan koordinasi semua elemen berjalan sesuai koordinasi sehingga pasukan Indonesia semakin kuat. Kekuatan yang ikut bertempur saat itu terdiri dari 19 batalyon TKR dan beberapa batalyon badan perjuangan. Lama kelamaan kedudukan musuh semakin terjepit. Dan akhirnya pada tanggal 15 Desember 1945, musuh mulai meninggalkan kota Ambarawa.
4.Kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
KEDUDUKAN UUD 1945
UUD 1945 adalah:
Hukum dasar yang tertulis (di samping itu masih ada hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu Konvensi)
1. Sebagai (norma) hukum :
a. UUD bersifat mengikat terhadap: Pemerintah, setiap Lembaga Negara/Masyarakat, setiap WNRI dan penduduk di RI.
b. Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan dan ditaati.
2. Sebagai hukum dasar:
a. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) Setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945.
b. Sebagai Alat Kontrol Yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
SIFAT UUD 1945
1. UUD 1945 bersifat supel (elastis),
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat itu terus berkembang dan dinamis. Negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus tetap menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan zaman.
2. Rigid
Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain, serta hanya dapat diubah dengan cara khusus dan istimewa.
FUNGSI UUD 1945
Di atas telah dibahas tentang apa yang dimaksud dengan UUD 1945. Dari pengertian tersebut dapatlah dijabarkan bahwa UUD 1945 mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma, dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas.
Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi.
Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945. Selain itu UUD 1945 juga memiliki fungsi sebagai pedoman atau acuan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam UUD 1945 juga terkandung :
1. Materi pengaturan sistem pemerintahan, termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang dan hubungan antara lembaga-lembaga negara
2. Hubungan negara dengan warga negara baik dibidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun hankam.
5.Demokrasi Pancasila dan pemilu
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah mufakat tanpa oposisi dalam doktrin Manipol USDEK disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama dalam lembaga-lembaga negara
Prinsip dalam demokrasi Pancasila sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal[3]. Ciri demokrasi Pancasila pemerintah dijalankan berdasarkan konstitusi
- adanya pemilu secara berkesinambungan
- adanya peran-peran kelompok kepentingan
- adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas.
- Demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide dan cara untuk menyelesaikan masalah.
- Ide-ide yang paling baik akan diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945 Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
- Perlindungan terhadap hak asasi manusia
- Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
- Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR atau lainnya
- adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat
- Pelaksanaan Pemilihan Umum
- Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 1 ayat 2 UUD 1945)
- Keseimbangan antara hak dan kewajiban
- Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
- Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
- Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan[3]:
a. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)
b. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas)
Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
- Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
Ikut menyukseskan Pemilu
Ikut menyukseskan pembangunan
Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
- Menjamin tetap tegaknya negara RI
- Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
- Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
- Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
- Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab,
Contohnya:
Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
Pemilu
Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dariPresiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Padakonteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan sepertiketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih seringdigunakan.Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilumenawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanyedilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukanoleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dandisetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih. ASAS PELAKSANAAN PEMILU waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2)UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang.Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. Karena itu, asas jujur dan adil iniseharusnya dijunjung tinggi oleh aparat pemerintah, termasuk aparat Polri yang dalam pemilu harus bertindak netral dan tidak memihak. ''Penyimpangan terhadap asas ini yangdilakukan oleh aparat pemerintah termasuk aparat Polri akan mengakibatkan timbulnyakeraguan masyarakat terhadap kemurnian hasil pemilu,'' katanya.Dia mengatakan, berdasarkan kajian panwas, pelanggaran terhadap asas pemilu padahakikatnya adalah penyimpangan yang lebih serius daripada penyimpangan administratif dan pidana. Pelanggaran ini bisa disebut sebagai pelanggaran pemilu. Karena itu, panwasmerekomendasikan kepada Polri untuk menerima dengan baik hasil klarifikasi dan pengkajian kasus VCD yang dilakuan panwas. Selanjutnya mengambil tindakan yangtepat terhadap aparatnya yang melanggar asas pemilu.
SYARAT-SYARAT PEMILU
· Penyelenggaraan pemilu yang tidak memihak dan independen
· Tiingkat kompetitif dalam sebuah pemilu
· pemilu harus diselenggarakan secara berkala
· pemilu haruslah inklusif
· pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan
· alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan aksesmemperoleh informasi yang luas
6.Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia)
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
II. Fakta (Realita yang Ada Tentang HAM di Indonesia)
Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelanggaran HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta Swasono, seperti yang dikutip dari http// : www.kapan lagi. com, mengatakan bahwa kekerasa terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka, tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan menyesuaikan perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.
Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah sangat melampui batas.
Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-1998, seperti yang dikutip dari http//:www.sekitarkita.com, adalah sebagai berikut :
1991 :
1. Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang meninggal
1992 :
1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto
2. Penangkapan Xanana Gusmao
1993 :
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993.
1996 :
1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya. (26 Desember 1996)
2. Kasus tanah Balongan
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Mucura Enim mengenai pencemaran lingkungan
4. Sengketa tanah Manis Mata
5. Kasus Waduk Nipoh di Madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat. Ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka
6. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja di bakar
7. Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996)
1997 :
1. Kasus tanah Kemayoran
2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-Tim
1998 :
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14 November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi, dan lain-lain.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya ditulis disini.
III. Analisis
Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperiatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia
2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.
IV. Kementar
Melihat seluruh kenyataan yang ada penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan dan masih sangat minim penegakannya. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, hal itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang telah diuraikan di atas. Maka untuk dapat menegakkan HAM di Indonesia perlu :
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang
3. Sanksi yangtegas bagi para pelanggara HAM
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat
Dan hal-hal yang bersifat positif. Demikian paper yang penulis buat tentang Hak Asasi Manusia, semoga bermanfaat. Saran dan kritik selalu penulis tunggu perbaikan dimasa yang akan datang.
7.Dinamika pelaksanaan uud 1945
A. Masa Orde Lama
Pada masa ini UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik , banyak terdapat penyimpangan , antara lain :
a. Dikukuhkannya ideologi nasakom
b. Presiden ditetapkan menjabat seumur hidup
c. Demokrasi diarahkan menjadi demokrasi terpimpin
d. Presiden secara sepihak mengeluarkan produk hukum yang setingkat dengan UUD
e. Presiden membubarkan DPR (1960) dan membentuk DPR GR
f. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri yang berarti sebagai pembantu presiden dll
Karena pelaksanaan UUD 1945 terlalu menyimpan ini ,maka terjadilah peristiwa berikut :
- Terjadi pemberontakan PKI
- Rakyat menyampaikan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3. Turunkan harga / perbaiki ekonomi
Adanya Tritura ini menyebabkan lahirnya surat perintah 11 maret 1966 yang memberikan wewenang kepada letjen Soeharto untuk mengambil langkah-langkah bila menegembalikan keamanan negara.
B. Masa Orde Baru
Berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan keamanan negara dan amanat ,pada waktu itu MPRS mengeluarkan berbagai TAP . yaitu :
1. TAP no.XIII / MPRS / 1966 tentang kabinet negara
2. TAP no.XVIII / MPRS / 1966 permintaan maaf atas pengangkutan presiden seumur hidup
3. TAP no.XX / MPRS /1966 tentang sumber tertib hukum RI
4. TAP no.XXII /MPRS / 1966 tentang penyerdahanaan kepartaian ,keormasan dan kekayaan
5. TAP no.XXV / MRS / 1966 tentang pembubaran PKI
Pada saat itu kondisi politik dan ekonomi tidak menentu sebagai MPRS mengadakan sidang istimewa yang menghasilkan sebagai berikut :
1. Presiden soekarno tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan konstitusi dan tidak menjalankan GBHN
2. Mengangkat jenderal soeharto sebagai pejabat presiden hingga dipilihnya presiden baru hasil pemilihan umum
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan konsekuen ,praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaanlembaga tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presidan . Tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR,MPR,DPRD
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol da golkar
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu
Orde baru berakhir pada tahun 1998 yang ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto
Pada masa ini UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan baik , banyak terdapat penyimpangan , antara lain :
a. Dikukuhkannya ideologi nasakom
b. Presiden ditetapkan menjabat seumur hidup
c. Demokrasi diarahkan menjadi demokrasi terpimpin
d. Presiden secara sepihak mengeluarkan produk hukum yang setingkat dengan UUD
e. Presiden membubarkan DPR (1960) dan membentuk DPR GR
f. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri yang berarti sebagai pembantu presiden dll
Karena pelaksanaan UUD 1945 terlalu menyimpan ini ,maka terjadilah peristiwa berikut :
- Terjadi pemberontakan PKI
- Rakyat menyampaikan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yaitu :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3. Turunkan harga / perbaiki ekonomi
Adanya Tritura ini menyebabkan lahirnya surat perintah 11 maret 1966 yang memberikan wewenang kepada letjen Soeharto untuk mengambil langkah-langkah bila menegembalikan keamanan negara.
B. Masa Orde Baru
Berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan keamanan negara dan amanat ,pada waktu itu MPRS mengeluarkan berbagai TAP . yaitu :
1. TAP no.XIII / MPRS / 1966 tentang kabinet negara
2. TAP no.XVIII / MPRS / 1966 permintaan maaf atas pengangkutan presiden seumur hidup
3. TAP no.XX / MPRS /1966 tentang sumber tertib hukum RI
4. TAP no.XXII /MPRS / 1966 tentang penyerdahanaan kepartaian ,keormasan dan kekayaan
5. TAP no.XXV / MRS / 1966 tentang pembubaran PKI
Pada saat itu kondisi politik dan ekonomi tidak menentu sebagai MPRS mengadakan sidang istimewa yang menghasilkan sebagai berikut :
1. Presiden soekarno tidak dapat menjalankan tugas sesuai dengan konstitusi dan tidak menjalankan GBHN
2. Mengangkat jenderal soeharto sebagai pejabat presiden hingga dipilihnya presiden baru hasil pemilihan umum
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan konsekuen ,praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaanlembaga tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presidan . Tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR,MPR,DPRD
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol da golkar
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu
Orde baru berakhir pada tahun 1998 yang ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar